Sunday, July 31, 2011

Review : City of Glass (The Mortal Instrumen #3)




 
Manusia menimbulkan kesusahan bagi dirinya seperti bunga api bergejolak tinggi – Job 5:7


Sebelum membaca resensi ini, saya menyarankan anda sudah membaca resensi atau bahkan buku pertama dan kedua dari serial Mortal Instrumen ini, karena jika anda belum membaca, maka beberapa hal dari resensi ini akan menjadi spoiler untuk buku pertama dan kedua. WARNING!!!!

Sejauh perjalanan saya bersama serial Morta Instrumen ini, saya telah jatuh cinta setengah mati kepada Jace. Dan ternyata bukan saya saja yang menyukai Jace. 

“Dear Edward dan Jacob, aku memuja kalian berdua. Tapi aku menghabiskan akhir pekanku dengan Jace, Maaf! Salam cinta, Stephenie.” – Stephenie Meyer, penulis Twilight.

Nah, benarkan bahkan Stephenie pun meninggalkan Edward dan Jacob untuk menghabiskan akhir pekan bersama Jace..hohohoho

Jika mengingat Jace, mau tidak mau saya pun harus mengingat Clare, adik kandung Jace yang sangat dicintainya dengan cara seorang pria mencintai wanita pujaannya. Ternyata mereka berdua telah menerima percobaan Valentine sejak masih di dalam kandungan Jocelyn. Jace menerima darah iblis dan Clary menerima suntikan darah malaikat. Hal itu menjelaskan kemampuan Clary menciptakan rune baru di dalam buku kedua seria Mortal Instrumen ini. Jace dan Clary adalah pemburu bayangan dengan kemampuan spesial. Di akhir kisah kedua, sekali lagi Clary berhasil menggagalkan rencana jahat Valentine, dengan menciptakan rune baru yang meledakan kapal yang ditumpangi Valentine. Namun kemampuan Clary ini disembunyikan dari pimpinan pemburu bayangan. Jace dan Luke takut Clary akan mendapat kesulitan jika Kunci mengetahui kemampuan yang dimilikinya.

Setelah menggagalkan rencana Valentine di buku kedua, semua pemburu bayangan yang terlibat dalam pertempuran itu diminta untuk kembali ke Idris dan melaksanakan pertanggungjawaban dihadapan kunci. Clary pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rencana kembali ke Idris itu, namun Jace sangat menentang rencana Clary untuk pergi ke Idris. Clary harus pergi ke Idris karena seorang wanita pemburu bayangan bernama Medeleine mengunjunginya dan menjelaskan cara membangunkan Jocelyn. Menurut Medeleine, Clary harus menemui Ragnor Fell, seorang warlock di Idris. Hanya Ragnor Fell yang mengetahui cara membangunkan Jocelyn dari kondisi koma.

Dengan menggunakan kemampuannya Clary membuka portal menuju Idris, tepatnya kota kaca Alicante. Bukan hanya Clary yang sampai di Alicante, Simon pun secara tidak sengaja terbawa sampai ke Alicante. Di buku kedua, Simon telah bertransformasi menjadi vampir. Namun Simon memiliki keuinikan, ia bisa berjalan dibawah sinar matahari. Kondisi Simon yang baru tidak membuat persahabatannya dengan Clary berubah. Ia tetap menjadi sahabat bagi Clary. Ia bahkan telah membebaskan Clary dari urusan kencan mereka dan kembali pada gagasan persahabatan.

Ketika Jace yang marah melihat Clary berada di Idris tidak mau membantunya, Clary justru mendapat bantuan dari seorang kenalan barunya, Sebastian Verlac, untuk menemui Ragnor Fell. Sayangnya, Ragnor Fell telah terbunuh ketika mereka tiba. Seseorang telah mengetahui niat kedatangan Clary. Di rumah Ragnor Fell, Clary justru bertemu dengan Magnus Bane yang tanpa diketahui oleh Sebastian memberi tahu Clary cara menemukan penawar bagi ibunya.

Kota kaca Alicante yang tadinya aman dalam lindungan mantra penangkal iblis, kini telah terancam kehancuran. Valentine mengincar instrumen ketiga, cermin mortal. Semua orang tahu cermin itu berada di Alicante, namun tidak ada yang tahu persis seperti apa bentuknya dan dimana lokasi tepatnya. Valentine menyerang Alicante dan mengakibatkan pertarungan antara iblis dan para pemburu bayangan. Sebelum mengakhiri semuanya, ia menawarkan pilihan kepada Kunci. Jika Kunci ingin kota Alicante dan para pemburu bayangan selamat, maka Kunci harus menyerahkan kepemimpinan kepada Valentine dan tunduk kepadanya. Valentine menentukan batas waktu kepada Kunci untuk mempertimbangkan tawarannya. Jika Kunci tidak setuju dengan ide kepemimpinan Valentine, maka ia akan melepaskan iblis untuk menyerang Alicante.

Dewan Kunci pemburu bayangan dilanda kebingungan yang luar biasa. Mereka tahu bahwa mereka akan kalah jika hanya mengandalkan kekuatan para pemburu bayangan semata. Namun Luke menampakkan diri kepada Kunci, dan menawarkan ide menarik. Luke berpikir jika Kunci mengijinkan pemburu bayangan bertarung berdampingan dengan para penghuni dunia bawah maka mereka pasti bisa menghadapi valentine. Namun tidak semudah itu menerapkan ide Luke, karena Valentine sendiri masih memiliki mata-mata di dalam dewan yang terus menghasut setiap orang agar menyetujui gagasan untuk tunduk kepada Valentine daripada mati diserang iblis.

Clary setuju dengan ide Luke dan ia menawarkan bantuan luar biasa dengan memperkenalkan kemampuannya kepada semua pemburu bayangan di Alicante. Beberapa memandangnya dengan kagum, namun beberapa yang lainnya menganggapnya bodoh. Sementara Clary berusaha meyakinkan Kunci, Jace mengejar Sebastian setelah tahu bahwa ia adalah mata-mata Valentine. Masing-masing mereka menghadapi pertempurannya masing-masing sebelum pertempuran sebenarnya terjadi setelah waktu tawaran yang diajukan oleh Valentine tiba.

Apakah Jace berhasil mengejar Sebastian? Lalu siapa Sebastian sebenarnya? Apa keputusan Kunci terhadap tawaran Valentine? Bagaimana Clary akan membantu dalam pertempuran sebenarnya? Serta tidak kalah serunya, Apakah Jace dan Clary berhasil memperjuangkan cinta mereka menjadi sesuatu yang lebih nyata?

Akhirnya saya mendapatkan jawaban-jawaban yang tertunda ketika membaca buku ini, namun entah mengapa masih saja ada pertanyaan-pertanyaan lain yang bermunculan dan tanpa jawaban. Rasanya gregetan menyaksikan kisah Jace dan Clary, namun juga memberikan perasaan hangat ketika menelusuri hubungan mereka berdua. Sementara Jocelyn yang akhirnya berhasil bangun dan menemui Clary mengungkapkan rahasia besar yang sekali lagi merubah kehidupan Clary dan memberikan cahaya terang baginya.

Tiga seri pertama dari serial Mortal Instrumen ini tidak hanya memberikan imajinasi yang mengagumkan, namun juga mengajarkan banyak nilai dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini memperlihatkan bahwa keluarga bukan hanya berasal dari hubungan darah, namun juga setiap orang yang menyayangimu adalah keluarga. Demikian juga dengan kekuatan cinta dan kepercayaan dari orang-orang yang kita sayangi. Kekuatan itu memampukan kita melakukan apapun di dunia ini tanpa rasa takut. Dan pada akhirnya setiap hati yang murni selalu akan menghasilkan buah perilaku yang lebih baik.

------------------------------------------------------
Judul : City of Glass (The Mortal Instrumen #3)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : November 2010
Tebal : 752
ISBN : 978-602-8801-47-8 
-----------------------------------------------

Review : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)



Aku kenal jalan-jalanmu, kota yang manis, Aku tahuu semua iblis dan malaikat yang berkerumun dan bertengger di dahan-dahanmu bagai burung. Aku kenal kau, sungai, seakan kau mengalir menembus hatiku. Aku putrimu yang pejuang. Huruf-huruf dibuat dari tubuhmu seperti mata air terbuat dari air. Bahasa-bahasa tercipta denganmu sebagai cetak biru dan saat kita lafalkan kota itu bangkit.


Sebelum membaca resensi ini, saya menyarankan anda sudah membaca buku pertama dari serial Mortal Instrumen ini, karena jika anda belum membaca, maka beberapa hal dari resensi ini akan menjadi spoiler untuk buku pertama. WARNING!!!! JANGAN LANJUT MEMBACA JIKA BELUM BACA BUKU #1!!!!

Kita kembali lagi ke lika liku petualangan Clarrisa “Clary” Fray yang memiliki nama asli Clarissa “Clary” Morgestern.  Ya..nama belakang Clary adalah Morgestern karena ternyata dia adalah putri Valentine (fakta dari buku pertama). Kenyataan itu membuat hidup Clary menjadi berbeda. Dalam waktu singkat ia harus menerima Valentine sebagai ayah kandungnya, seorang pembunuh yang menculik ibunya, dan telah menyengsarakan banyak kaum pemburu bayangan. Clary juga harus menerima kenyataan bahwa ia telah jatuh cinta kepada Jace Wayland yang ternyata adalah kakak kandungnya sendiri. Kisah cinta terlarang itu sungguh memilukan, membuat saya sendiri hampir tidak bisa melanjutkan kisah yang diungkapkan Cassandra Clare ini. Clary akhirnya tahu bahwa Luke tidak pernah mengkhianati dia dan ibunya. Luke adalah manusia serigala yang selama ini menemani Clary dan Jocelyn, dan membantu Jocelyn melindungi Clary dari dunia bayangan. Singkat cerita, di akhir petualangan buku pertama, Valentine berhasil membawa Jace dan piala mortal bersama. Namun, Clary dan Luke serta sekawanan serigala, berhasil melacak keberadaan Valentine. Dengan penuh kasih sayang, Clary berhasil menyadarkan Jace, bahwa Valentine, ayah mereka berdua, tidak lebih dari seorang pembunuh yang telah menyengsarakan semua orang. Walaupun terjadi pertumpahan darah antara prajurit Valentine dan kawanan serigala yang dipimpin oleh Luke, namun Clary berhasil membawa Jace dan ibunya kembali. Sayangnya, Jocelyn tidak pernah sadarkan diri, ia seperti tersihir masuk kedalam alam mimpi dan Clary harus menepis keinginannya untuk bersama Jace karena mereka adalah saudara kandung.

Kisah buku kedua ini kembali disuguhkan dengan sudut pandang orang ketiga, namun sebagai besar cerita dikisahkan dari sisi Clary sendiri. City of Ashes berawal ketika Valentine menyewa seorang warlock untuk memanggil iblis Agramon, iblis yang merepresentasikan ketakutan terdalam seseorang yang seketika itu juga membunuh sang warlock. Valentine mempunyai piala mortal yang membuatnya memegang kekuasaan terhadap setiap iblis yang mampu dipanggilnya.

Clary mulai menyesuaikan diri kembali dengan kehidupannya, ia berusaha untuk kembali hidup normal. Ia pindah tinggal bersama Luke, sedangkan ibunya masih terbaring koma di rumah sakit.

Jace mendapat kecaman hebat dari orang tua Alec dan Isabella yang selama ini membesarkannya. Mereka pun baru tahu bahwa Jace adalah putra Valentine. Kenyataan itu membuat Maryse Lightwood, ibunda Alec dan Isabella, mengusir Jace dari institut. Selama ini mereka berpikir telah membesarkan putra Michael Wayland, teman lama mereka yang terbunuh ketika melawan Valentine, namun mengetahui bahwa Jace adalah putra Valentine, menjadi pukulan berat bagi Maryse yang selama ini mencintai Jace seperti anaknya sendiri.

Inkuisitor adalah orang kepercayaan kunci yang berasal dari Idris. Ia datang ke Institut di New York untuk memeriksa orang-orang yang pernah terlibat dengan Valentine, dan Jace bukanlah pengecualian. Sang Inkuisitor menyerang Jace dengan tuduhan sebagai mata-mata Valentine dan menjebloskannya kedalam penjara di kota hening. Ketika berada di penjara bawah tanah kota hening, Jace mendengar teriakan-teriakan yang memekikan dari para “Saudara Hening”, tidak berselang lama untuk mengetahui Valentine-lah penyebab semua itu. Valentine datang ke kota hening untuk mencuri pedang jiwa, instrumen kedua dari mortal instrumen. Sementara Isabella yang cemas dengan keadaan Jace, meminta Clary dan Alec untuk bekerja sama membebaskan Jace. Mereka datang tepat pada waktunya saat Jace mulai sekarat di penjara itu. Sayangnya mereka tidak sempat merebut kembali pedang jiwa yang telah dicuri oleh Valentine. Dengan pedang jiwa, Valentine memiliki kekuasaan tak terbatas untuk memanggil semua iblis neraka dan menjadikan mereka pasukannya.

Ditengah semua kekesalan yang diciptakan oleh Valentine, suatu malam, Clary mendapati dirinya mencium Simon sahabatnya sendiri. Hubungan mereka perlahan-lahan meningkat dari sahabat menjadi teman kencan. Namun suatu hari, Ratu istana Seelie (dewi peri) memanggil Jace ke istananya. Jace pergi bersama Clary, Isabella, dan Simon. Di Istana itu, ratu menyihir Clary, ia tidak bisa meninggalkan istana kecuali ia mendapat sebuah ciuman yang sangat didambakannya. Kemarahan dan gelora membara di hati Jace, bagaimana mungkin ia harus mencium adiknya sendiri walaupun ia sangat ingin melakukannya. Namun tidak ada jalan keluar lain bagi Clary. Jace mencium Clary dengan lembut, namun perlahan-lahan menjadi gelora asrama yang membara diantara mereka sementara semua mata menatap mereka. Simon terbakar api cembur, hingga membawanya tanpa sadar ke dalam sarang vampir.

Peristiwa demi peristiwa semakin membingungkan di dalam kisah buku kedua ini. Apalagi ketika Clary mendapati Simon bersimbah darah oleh gigitan vampir. Akankah Simon berubah menjadi Vampir? Apakah Jace dan Clary bisa bersama? Bagaimana kekuataan yang dimunculkan oleh Valentine dengan pedang jiwa? Apakah Clary dan Jace mampu menghentikan kekacauan yang diciptakan oleh ayah mereka?

Awalnya saya pikir buku kedua ini akan menjadi membosankan, namun Cassandra Clare berhasil mengubah pendapat saya. Valentine berhasil bangkit dari kekalahannya di buku pertama dan mendapatkan jalan baru menuju kemenangannya. Namun, kejahatan Valentine justru membuka jalan bagi Clary dan Jace untuk memahami kekuatan terpendam di dalam mereka masing-masing. Saya tidak bisa berhenti membaca hingga halaman terakhir buku ini, bahkan sampai di halaman terakhir pun, saya tidak bisa berhenti untuk segera melanjutkan ke buku ketiga. Hey kamu Cassandra Clare...kamu berhasil membuat saya terpesona dengan imajinasimu.

-------------------------------------------------------
Judul : City of Ashes (The Mortal Instrumen #2)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : Juli 2010
Tebal : 512
ISBN : 978-602-8801-30-0 
--------------------------------------------------------

Review : Alvin Ho (Alergi Terhadap Berkemah, Hiking dan Aneka Bencana Alam)



Anda seorang penakut? Bercerminlah pada Alvin Ho dan putuskan kembali, apakah anda akan membiarkan rasa takut menghantui anda.

Alvin Ho punya seorang kakak laki-laki, Calvin, dan seorang adik perempuan, Anabelly. Meskipun masih berusia empat tahun, Anabelly memiliki keberanian yang tidak dimiliki oleh Alvin. Anabelly bahkan pernah mengurung Alvin di dalam sebuah kotak dengan kondisi terikat tanpa bisa bergerak. Alvin nyaris pingsan, apalagi ia selalu menekankan dirinya memiliki klaustrofobia, ia berteriak sekuat tenaga agar Anabelly membebaskan dirinya. Alvin tumbuh menjadi seorang anak penakut, ia selalu takut terhadap segala sesuatu, ia bahkan takut berada di alam terbuka dengan beberapa alasan berikut : 

Gempa bumi. Tanah longsor. Lumpur longsor. Banjir. Badai. Tsunami. Angin puting beliung. Ledakan gunung berapi. Meteor jatuh. [hal 44]

Semua hal baik dan indah, bisa saja berubah menjadi sangat buruk dan mencemaskan dalam pandangan Alvin. Belum lama ketika ia berhasil keluar dari kotak yang mengurung dirinya, ia dihadapkan pada ide ayahnya – berkemah. 

Kita bisa saja tersesat di antara daun-daun di sana! Mungkin saja akan ada badai salju hebat, dan kita bisa tersesat di dalamnya! Atau kita mungkin tewas tertima meteorit! [hal 46]

Itu semua jawaban Alvin ketika mendengar ide berkemah dari ayahnya. Sambil menantikan hari berkemah yang menurutnya akan menjadi hari paling buruk dalam hidupnya, Alvin begitu panik, sampai-sampai ia nyaris tidak bisa terlelap setiap malamnya. Alvin bahkan telah membuat surat wasiat yang akan ia tinggalkan jika kelak ia tidak pulang dengan selamat dari berkemah.

Saat hari itu datang, Anabelly ikut bersama Alvin dan ayahnya. Mereka memulai petualangan mereka di alam terbuka. Inilah saat-saat dimana Alvin harus mengatasi rasa takutnya sendiri dan berusaha menikmati alam sekitar yang ternyata luar biasa indahnya.

Kisah Alvin Ho sungguh menggemaskan, saya berkali-kali tertawa dibuatnya. Ketakutan Alvin terlalu berlebihan sehingga membuat setiap orang disekitarnya pun cenderung ingin mengerjainya. Buku ini sangat pas untuk anak-anak atau bahkan orang dewasa yang masih dirundung rasa takut berlebihan terhadap segala sesuatu di sekitar. Alam adalah tempat yang indah, musibah bisa datang kapan saja, namun bukan berarti manusia harus berhenti berpetualang hanya karena kekhawatiran.

----------------------------------------
Judul : Alvin Ho
Penulis : Lenore Look
Penerbit : Atria
Terbit : Juni 2011
Tebal : 204
ISBN : 978-979-024-470-2 
----------------------------------------

Tuesday, July 26, 2011

Review : Kejatuhan Troy

Ketika saya menyebut judul buku ini, teman-teman saya langsung merespon dengan kata "Yay..Kuda Troya". Kuda Troya memang sangat terkenal sekaligus juga menjadi objek yang menarik, bukan hanya untuk orang-orang masa kini yang melihat gambarnya saja, tetapi juga untuk Raja Priam dan bangsa Troy yang menemukannya di tepi pantai wilayah Troy ketika ditinggalkan oleh bangsa Yunani. 

Troy Vs Yunani. Orang Yunani kuno menganggap perang Troy adalah sebuah sejarah yang berlangsung sekitar abad ke-13 atau 12 SM. Namun untuk beberapa sumber modern, perang Troy ini dianggap sebagai sebuah event non historis. Peperangan antara Troy dan bangsa Yunani terjadi ketika tentara Akhaia (Yunani) melakukan penyerbuan terhadap kota Troya yang terletak di Asia kecil setelah Pangeran Paris dari Troy menculik Helena dari suaminya Menelaos, Raja Sparta. Peperangan itu telah berlangsung sepuluh tahun, namun bangsa Yunani belum bisa menembus benteng pertahanan Troy. Suatu hari, Raja Priam dari Troy mendengar bahwa bangsa Yunani telah meninggalkan Troy. Memastikan pendengarannya, Raja Priam pergi ke tepi pantai untuk melihat kapal-kapal Yunani. Alih-alih mendapatkan kapal-kapal musuhnya, Raja Priam justru menemukan sebuah patung kayu besar berbentuk kuda yang biasanya disebut wooden horse (selanjutnya kita sebut Kuda Troya). Semua orang meminta Raja Priam untuk membawa Kuda Troya ke dalam kota dan merayakan kemenangan atas penderitaan mereka selama ini. Patung kuda Troya dibawa masuk ke dalam kota, namun ketika semua orang telah tertidur, salah satu orang Yunani yang masih berada di dalam kota Troy, membuka patung itu, dari dalamnya keluar lah komandan pasukan Yunani dan beberapa orang lainnya. Mereka membuka benteng pertahanan Troy dan memanggil teman-temannya yang selama ini bersembunyi untuk menghancurkan Troy. Dalam sekejap api melahap kota Troy. Adalah seorang pemimpin pasukan Troy yang sekaligus cucu Zeus, Aeneas, mendapat mimipi dari Hector (pemimpin sebelumnya yang telah meninggal). Di dalam mimpinya, Hector memberinya petunjuk untuk segera meninggalkan Troy yang sebentar lagi akan hancur dan menurut hector, Aeneas lah harapan satu-satunya bagi Troy, kelak ia akan membangun sebuah negeri baru di seberang lautan. Setelah melihat kematian Raja Priam, Aeneas membawa ayah dan putranya bersama bangsa Troy yang bersedia ikut dengannya untuk meninggalkan Troy. Mereka membangun kapal-kapal dan mulai mengarungi lautan untuk mencari negeri yang telah dijanjikan para dewata untuk mereka.

Kau akan tiba di sebuah negeri yang disebut Hesperia, dimana terdapat sungai Tiber yang airnya mengalir dengan lembut. Disana hidupmu akan makmur dan kau ditakdirkan menikah dengan seorang putri raja [hal 17]  

The Journey. Kapal-kapal Troy dibawah pimpinan Aeneas mengarungi lautan mencari negeri baru untuk mereka diami. Mereka harus menjelajahi berbagai belahan dunia dan dilanda berbagai rintangan. Mereka mendapatkan gangguan dari para Harpi (wanita-wanita yang telah dikutuk dan diubah menjadi mahluk mengerikan semacam burung, mirip burung nasar yang memakan bangkai) yang merampas makanan mereka. Kapal-kapal mereka dihantam badai besar yang dibuat oleh Raja Aelous atas permintaan Dewi Hera yang sangat membenci Troy. Namun, karena perjalanan itu adalah kehendak dewata, Aeneas pun mendapat banyak bantuan dari para dewa. Aeneas sampai di Carthage, sebuah kota yang indah yang dipimpin oleh Ratu Dido yang terkenal kecantikannya. Ratu Dido menyambut bangsa Troy yang dibawa Aeneas dengan sangat baik sehingga Aeneas nyaris lupa dengan tujuan perjalanannya, namun Zeus mengutus Hermes untuk mengingatkan Aeneas. Walaupun tahu bahwa Ratu Dido akan sangat marah dengan kepergiannya, namun Aeneas tetap mengumpulkan bangsanya dan meninggalkan Carthage untuk melanjutkan perjalanan sampai akhirnya mereka tiba di sebuah tempat dimana sungai Tiber mengalir dan bertemu dengan Raja Latinus dari Latium. 

Latin Vs Troy. Adapun Raja Latinus telah lama mendengar kehendak dewata bahwa anaknya, Putri Lavinia, kelak akan menikah dengan seorang asing yang akan datang ke negeri mereka. Walaupun istri Latinus lebih menginginkan anaknya menikah dengan pangeran Turnus, namun kedatangan Aeneas bersama rombongannya memberikan keyakinan lebih kuat kepada Raja Latinus untuk mengikut kehendak dewata. Raja Latinus menyambut Aeneas dengan sangat baik dan berjanji akan menikahkan anaknya dengan Aeneas. Namun sekali lagi Dewi Hera memainkan perannya untuk merusak pertemuan baik antara Aeneas dan Raja Latinus. Hera turun ke dunia bawah dan meminta bantuan Alecto yang menyukai kemarahan dan balas dendam untuk membantunya  memfitnah Aeneas untuk memicu peperangan antara bangsa Latin dan Troy. Alecto memicu kemarahan lewat hati Amata, sang Ratu Latium yang menginginkan putrinya menikah dengan pangeran Turnus. Alecto juga memicu kemarahan di hati Turnus yang tidak rela Lavinia menikah dengan Aeneas. Dengan bantuan Alecto, Turnus berhasil menghasut rakyat Latium sehingga mereka berbalik memusuhi Troy. Melihat perbandingan pasukan mereka, Aeneas merasa cemas karena mereka kekurangan pasukan sementara pasukan Latin sangat banyak. Namun Dewa Sungai datang dalam mimpi Aeneas dan mengarahkannya untuk meminta bantuan dari Raja Evander dari Pallanteum. Raja Evander bersedia membantu Aeneas. Dewi Aphrodite juga membantu Aeneas melalui suaminya Dewa Api yang kemudian membuatkan peralatan perang untuk Aeneas. Apakah peperangan antar dua bangsa ini bisa dihindari? Jika perang ini terjadi bukankah akan membawa banyak sekali korban? Apakah Aeneas berhasil menikahi Putri Lavinia? Anda harus membaca bagian yang sangat menarik ini.

Legenda Perang Troy. Perang Troy oleh sebagian orang juga disebut sebagai legenda. Konon, Eris sang Dewi perselisihan memberikan apel emas/apel perselisihan kepada Dewi Athena, Hera dan Aphrodite yang ditujukan untuk yang tercantik. Hal itu memicu pertengkaran hebat antara ketiga Dewi itu. Zeus yang melihat pertengkaran itu, mengirim para Dewi kepada Paris yang akhirnya memilih Aphrodite sebagai yang tercantik. Sebagai gantinya, Aphrodite membuat Helen, seorang wanita yang paling cantik jatuh cinta kepada Paris, anak Raja Priam yang akhirnya membawanya ke Troy dan akhirnya memicu peperangan antara bangsa Yunani dan Troy.

###

Penerbit Oncor menyuguhkan sebuah sisi cerita dari perang Troy yang menurut saya sedikit berbeda dari berbagai cerita yang sering sekali muncul. Beberapa film tentang perang Troy selalu menceritakan peperangan antara Archilles dan Hector. Namun, melalui kisah di buku in, kita bisa melihat sebuah awal baru dari kehancuran Troy lewat Aeneas yang kelak akan menjadi cikal bakal bangsa Romawi yang besar.

Publius Vergilius Maro atau yang lebih dikenal dengan Virgil adalah seorang penyair romawi klasik yang terkenal lewat tiga karya besarnya – The Eclogues, The Georgics, dan The Aeneid. Kisah di dalam buku ini, diambil dari The Aeneid karyanya yang mengikuti model sastra epik Homer, ILLiad dan Oddysey. Mungkin akan terasa lebih seru jika sebelum membaca buku ini, pembaca terlebih dahulu membaca kisah yang dituturkan oleh Homer tersebut. Buku terbitan Oncor ini merupakan sebuah versi ringkas yang telah dirangkai dengan sangat menarik. Saya tidak menjumpai typo di dalam buku ini atau mungkin saya tidak menyadarinya karena sedang nikmat membaca. Namun, saya kurang puas dengan suguhan kisah terbitan Oncor ini. Saya berharap suatu hari nanti bisa membaca kisah ini dari versi yang utuh dengan harapan saya akan lebih mengenal emosi dari setiap tokoh didalamnya.

NB : Isitlah Kuda Troy, bahkan telah digunakan untuk menggambarkan sebuah perangkat lunak berbahaya yang dapat merusak sistem komputer atau jaringan yang biasanya kita dengar dengan sebutan Trojan.

--------------------------------------------------
Judul : Kehancuran Troy
Penulis : Virgil
Penerbit : Oncor Semesta Ilmu
Terbit : 2011 (Cetakan I)
Tebal : 134 hal
ISBN : 978-602-96828-0-6
-------------------------------------------------

Monday, July 18, 2011

Review : City of Bones (The Mortal Instrumen #1)



Apa yang akan kau lakukan kalau melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain?

Sepertinya kisah fantasi lagi sangat marak dibicarakan, bahkan semakin banyak karya-karya fantasi yang mulai mengangkat kembali kisah vampir, manusia serigala, peri bahkan penyihir. Sebut saja Stephenie Meyer dengan serial Twilight-nya yang merupakan salah satu kisah fantasi yang belakangan ini sangat digemari, atau Vampir Academy-nya Richelle Mead. Nah selain kedua buku itu, ada lagi kisah fantasi mendebarkan yang menarik perhatian saya, serial The Mortal instrumen karya Cassandra Clare. Buku pertama dari serial ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2007 dan diberi judul City of Bones. Jika Twilight hanya bercerita tentang vampir dan manusia serigala, City of Bones memberikan suguhan yang lebih lengkap, didalamnya anda tidak hanya menemukan kisah vampir dan manusia serigala, tetapi juga peri, warlock dan pemburu bayangan.

Dalam kisah ini, dunia terbagi menjadi tiga keturunan, manusia fana, manusia berdarah malaikat (pemburu bayangan atau Nephilim), dan penghuni dunia bawah yang didalamnya terdapat vampir, manusia serigala, peri (setengah iblis dan setengah malaikat) dan warlock. Pemburu bayangan adalah kaum pejuang yang membunuh iblis. Para pemburu bayangan juga memiliki tugas untuk mengawasi para penghuni dunia bawah. Setiap hal yang dilakukan oleh pemburu bayangan diatur sesuai hukum-hukum yang diterapkan oleh sang Kunci atau pemegang kekuasaan tertinggi yang berada di Idris,  sebuah kota yang dianggap sebagai kampung halaman pemburu bayangan. Hanya orang-orang tertentu saja yang akan diijinkan untuk memasuki kota itu.

Kisah ini berawal dari seorang gadis yang berusia hampir 16 tahun bernama Clarissa “Clary” Fray. Clary tinggal bersama ibunya, sedangkan ayahnya telah meninggal dunia sebelum dia lahir, setidaknya itulah yang diketahui oleh Clary. Namun, Clary mendapatkan perhatian hampir seperti ayah sendiri dari sahabat ibunya, Luke Garroway. Clary punya seorang teman bernama Simon yang menjadi satu-satunya teman baginya. Clary mengira dirinya hanyalah seorang gadis biasa, anak dari seorang pelukis biasa, namun pemahamannya itu perlahan-lahan berubah ketika Jocelyn Fray, ibunya diculik dan Clary sendiri hampir mati oleh serangan iblis di rumahnya sendiri. Disaat-saat kekuatannya hampir hilang, Jace Wayland, seorang pemburu bayangan datang menolongnya. Jace berusia satu tahun diatas Clary, ia sombong dan luar biasa menyebalkan, namun itulah daya tarik Jace yang membuatnya terlihat sexy dan sangat menggemaskan. Jace menggunakan tudung pesona yang memungkinkan dirinya menjadi kasat mata bagi manusia fana, namun betapa terkejutnya dia ketika Clary yang dianggapnya gadis fana mampu melihatnya. Clary menjadi sebuah misteri untuknya. Perjumpaan Clary dan Jace, menjadi awal baru bagi Clary memasuki dunia bayangan. Jace membawa Clary yang hampir mati kerumahnya, sebuah institut yang dihuni oleh para pemburu bayangan yang berada di kota New York. Dan sejak saat itu kehidupan Clary tidak lagi biasa-biasa saja.

Bersama dengan Jace dan beberapa teman lainnya, Alec dan Isabella Lightwood, Clary memulai pencarian ibunya. Dalam pencarian itu, Clary mengetahui bahwa ibunya telah meminta seorang Warlock tingkat tinggi dari Brooklyn untuk membuat Clary melupakan beberapa ingatan dari masa kecilnya, ingatan yang memungkinkan Clary mengetahui hakekatnya sebagai keturunan pemburu bayangan. Berbekal arahan dari seorang saudara nephilim berkekuatan magis yang disebut “saudara hening” dari sebuah kota tulang, Clary mendapat informasi tentang Magnus Bane, penyihir yang telah menghapus ingatannya. Perlahan-lahan Clary mengumpulkan informasi yang menghubungkannya dengan semua kejadian yang tiba-tiba menimpannya itu, sampai akhirnya membawa Clary bertemu dengan Valentine Morgestern, seorang pemburu bayangan yang berkhianat dari Kunci, dan sejak lama berniat menghancurkan semua penghuni dunia bawah. Valentine menjadi musuh bebuyutan para pemburu bayangan, namun Valentine sendiri pun memiliki banyak pengikut. Clary dan Jace tidak bisa menduga siapa pemburu bayangan yang setia kepada Kunci dan siapa yang menjadi pengikut Valentine. Valentine menginginkan sebuah piala mortal, sebuah piala yang bisa digunakan untuk menciptakan pasukan pemburu bayangan, namun piala itu tersimpan rapi disebuah tempat yang hanya diketahui oleh Jocelyn. Clary dan teman-temannya harus menemukan piala mortal terlebih dahulu untuk bisa membebaskan Jocelyn. Pencarian piala mortal membawanya pada pertarungan bersama vampir, pertemuan dengan seorang penyihir yang mengetahui masa lalu ibunya, peristiwa yang mengubah sahabatnya Simon menjadi tikus, perasaan mendalamnya yang perlahan-lahan muncul untuk Jace, percakapan Luke dengan para pemburu bayangan pengikut Valentine yang membuat Clary memandang Luke dengan perasaan berbeda, serta masa lalu ibunya yang muncul perlahan-lahan dan membuatnya semakin tidak mengenal ibunya sendiri. Lalu siapakah Luke sebenarnya? Apa hubungan Jocelyn dan Valentine? Mengapa iblis ingin membunuh Clary? Rahasia apa yang tersimpan didalam ingatan Clary? Bagaimana kelanjutan hubungan Clary dan Jace?

Owww...membaca kisah ini, seperti dapat paket komplit yang sungguh menyenangkan. Tanpa bekal pengetahuan apa-apa, Clary memulai pencarian jati dirinya yang sebenarnya. Hal ini membuatnya mempertaruhkan banyak hal, termasuk persahabatannya dengan Simon. Namun, persahabatan itu menjadi salah satu hal yang paling saya sukai dari kisah ini. Diluar ketengangan kisah petualangan para pemburu bayangan itu sendiri, kisah cinta antara Jace dan Clary pun sanggat menggemaskan dan juga mencemaskan, seperti ungkapan salah satu penyihir kepada Jace :

kau akan jatuh cinta kepada orang yang salah [hal 149] 

Cassandra Clare sangat brilian dalam menjalin kisahnya. Petualangan demi petualangan yang dialami Clare, Jace dan teman-temannya terus mengungkap rahasia-rahasia yang sejak lama telah terkubur. Pengungkapan rahasia yang terus meletup-letup diiringi emosi para tokoh mampu menyeret emosi pembaca untuk terlibat didalam kisah ini. Cassandra Clare mendapatkan Ide cerita ini ketika temannya mengajaknya mengunjungi sebuah toko tatto. Ia melihat berbagai pola tatto dan mendapat ide untuk menciptakan sebuah masyarakat pemburu iblis yang memiliki pola-pola tatto rune sebagai tanda pengenal. Ia memadukan kisah tradisional (vampir, serigala, penyihir,dll) dengan sebuah imajinasi modernnya.

Menurut saya, penerbit Ufuk berhasil menyuguhkan hasil terjemahan yang sangat mudah dan ringan untuk dipahami. Walaupun ada beberapa typo dalam buku ini, namun apalah artinya sebuah kesalahan kecil ditengah semua luapan kepuasaan karena kisah yang sangat menarik ini. Saya sangat bisa menikmati buku ini. 


---------------------------------------------------------
Judul : City of Bones (The Mortal Instrumen #1)
Penulis : Cassandra Clare
Penerbit : Ufuk
Terbit : February 2010
Tebal : 664
ISBN : 978-602-8224-80-2 
---------------------------------------------------------

Friday, July 1, 2011

Review : Marked (House of Night #1)


Ternyata bukan penyihir saja yang punya sekolah khusus (masih ingat Harry Potter kan), vampir pun punya sekolah khusus. Perbedaannya, jika Hogwartz menampung anak-anak yang telah dilahirkan sebagai penyihir, House of Night menampung anak-anak yang baru saja ditandai oleh tracker untuk menjadi calon vampir.

Zoey Redbird berumur 16 tahun ketika ia merasakan keningnya meledak kesakitan dan garis biru gelap berbentuk bulan sabit muncul di tengah-tengah dahinya. Ia baru saja ditandai oleh sang tracker. Seketika itu hidup Zoey berubah. Semua orang di lingkungannya tahu ketika tanda seperti itu muncul di dahi seseorang, maka orang itu adalah calon vampir. Membayangkan vampir, tentu saja akan bersentuhan dengan aktivitas minum darah yang mengerikan. Gambaran tentang vampir itu sudah cukup membuat hidup Zoey lebih sengsara karena ia mulai dianggap sebagai orang aneh oleh sahabat dan keluarganya sendiri. Zoey merasa sedih dengan perubahan ini, namun di sisi lain, ia pun merasa senang karena bisa segera terlepas dari keluarganya yang sudah tidak akur lagi semenjak ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi. Sebelum menuju House of Night, Zoey memutuskan mengujungi neneknya, satu-satunya orang yang diyakininya akan menerimanya dalam kondisi apapun. Namun di tengah perjalanan untuk menemui sang nenek, Zoey jatuh dan dahinya terbentur dengan keras. Ia merasa seakan pingsan ketika jiwanya melayang-layang meninggalkan tubunya. Namun, ada sesuatu di sekitar tempat itu yang memanggil-manggil jiwanya. Zoey mengikuti suara yang memanggilnya dan membawanya bertemu dengan Dewi Nyx, seorang dewi yang selalu dipuja oleh para vampir dewasa. Sang Dewi bahkan dianggap sebagai sumber kekuatan dan kebijaksanaan bagi para vampir. 
Zoey Redbird si putri malam. Aku memberimu mataku dan telingaku di dunia saat ini, sebuah dunia tempat kebaikan dan kejahatan berperang untuk menemukan keseimbangan....percayalah pada dirimu sendiri dan kau akan menemukan jalan. Tapi ingat, kegelapan tidak selalu berarti kejahatan, sama halnya cahaya tidak selalu membawa kebaikan. [hal.52-53] 
Ketika sadar, Zoey telah berada di House of Night. Neneknya telah membawanya ketempat itu. Ia bertemu dengan seorang vampir dewasa, Neferet, yang kemudian menjadi mentornya. Neferet disebut sebagai pendeta tinggi. Ia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan orang lain. Sejak saat itu Zoey Redbird memulai kehidupan barunya di House of Night. Ketika memulai aktivitasnya di House of Night, ia sadar semua orang menganggapnya berbeda. Setelah kesadarannya pulih, ia baru tahu bahwa tanda bulan sabitnya telah terbentuk dengan utuh dan bukan lagi seperti goresan. Normalnya, para calon vampir hanya memiliki tanda itu dalam bentuk goresan. Tanda itu akan menjadi utuh ketika mereka mulai berubah menjadi vampir dewasa. Hal inilah yang membuat Zoey berbeda, ia masih calon vampir, namun ia memiliki bentuk bulan sabit yang lebih indah dari semua temannya.

Seperti tipikal cerita di sekolah, selain gadis si pemeran utama, pasti ada gadis lain yang menganggap dirinya paling hebat dan cantik. Di House of Night dialah Aphrodite. Aphrodite memang sangat cantik, ia memiliki kesempurnaan seorang dewi, namun tingkah laku perempuan jalang. Sebagai orang yang dianggap calon pendeta tinggi, Aphrodite merasa terancam dengan kehadiran Zoey. Ia mulai melakukan berbagai aksi untuk membuat Zoey ketakutan, termasuk mengundang Zoey menghadiri pertemuan putri-putri malam dan memaksanya minum darah, sesuatu yang sangat dihindari oleh Zoey. Namun, alih-alih muntah dan mual, Zoey justru sangat menyukai darah, ia bahkan menjadi tergila-gila setiap kali ada darah segar. Menyadari kelainannya, Zoey menjadi semakin bimbang dan takut, namun sekali lagi ia teringat pada kata-kata sang dewi untuk percaya pada diri sendiri, lagi pula cepat atau lambat ia memang harus menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan minum darah. Zoey tidak ingin menentang Aphrodite, ia hanya ingin memiliki sebuah tempat yang bisa dianggapnya rumah dan teman-teman yang menerimanya dengan tulus. Bertemu dengan teman sekamarnya, Stevie Rae, membawa Zoey pada persahabatan menyenangkan bersama Damien, Erin, dan Shaunne.  Bersama keempat orang temannya, Zoey merasa House of Night menjadi jauh lebih baik ketimbang rumahnya sendiri. Apalagi ketika ia bertemu dengan seorang pria tampan di sekolah, Erik Night, yang juga terlihat menyukai dirinya.

Istilah don’t judge a book by it’s cover benar-benar cocok untuk kisah saya dan buku ini. Awal membaca buku ini, saya agak malas-malasan karena tampilan depan cover yang sangat tidak saya sukai. Alhasil membaca bagian depan saja membutuhkan waktu yang cukup lama, namun setelah membaca seperempat bagian dari buku, saya menjadi excited dan sulit menunda membaca. House of Night adalah kisah fantasi tentang seorang gadis polos yang tiba-tiba mengalami perubahan luar biasa dalam hidupnya karena mendapat tanda untuk menjadi calon vampir. Lucunya, sekolah vampir berlangsung di malam hari dan matahari terbit adalah tanda untuk mereka naik ketempat tidur dan beristirahat. Bagian yang paling saya sukai adalah peristiwa demi peristiwa yang terjadi di sekolah itu dan perlahan-lahan mengungkap keistimewaan Zoey yang bahkan membuat Zoey sendiri terkaget-kaget. Membaca buku ini, membuat saya mengingat pola-pola cerita Harry Potter. Walaupun tidak seistimewa imajinasi J.K Rowling, namun penulis House of Night (P.C Cast dan Kristin Cast) menyuguhkan cerita fantasi yang sungguh membuat saya penasaran dengan kelanjutan kisah calon vampir ini. Meskipun ini adalah buku pertama dari enam buku serial House of Night, namun buku ini memiliki puncak cerita yang cukup menarik. Semoga saja, disetiap buku, penulis terus memberikan kejutan-kejutan yang sama menariknya. Dan untuk setiap orang yang mengharapkan bagian romantis dari buku ini, jangan khawatir, kisah Zoey dan Erik sepertinya akan menarik untuk disimak. O iya..satu hal lagi, penulis juga cukup memberikan detail tentang pelajaran Zoey untuk menjadi vampir, tetapi tentu saja tidak untuk di coba oleh para pembaca dong.

NB : semoga elex media secepatnya menerbitkan kelanjutan buku ini

-----------------------------------------
Judul : Marked (House of Night #1)
Penulis : P.C Cast + Kristin Cast
Penerbit : Elex Media
Terbit : Mei 2011 
Tebal : 416
------------------------------------------