Saturday, December 31, 2011

Review : Ransom My Heart


Apakah anda ingat tokoh Robin Hood? Tokoh dalam cerita rakyat inggris yang mencuri dari orang kaya untuk membantu rakyat miskin? Nah…anda akan menjumpai sosok Robin Hood dalam diri seorang gadis muda dalam kisah ini.


Finnula Crais hidup bersama keluarganya di Shropshire, sebuah tempat di daerah inggris. Ia memiliki lima kakak perempuan dan satu kakak laki-laki bernama Robert yang sangat menyayanginya. Ia sangat berbeda dari saudari-saudarinya. Jika kelima saudarinya menggunakan gaun ala wanita inggris, ia justru menggunakan celana seperti pria. Menurut Finn, celana adalah pakaian yang tepat untuk memudahkannya berkuda. Finn adalah seorang pemanah terbaik di daerahnya, ia telah memegang busur sejak kecil sehingga berburu adalah kegiatan yang paling disukainya. Ia mengenal semua jalan-jalan dan tempat di dalam hutan yang bahkan jarang dikunjungi oleh penduduk lainnya.

Hampir semua saudarinya telah menikah. Finn pernah menikah, namun langsung menyandang status janda karena suaminya meninggal bahkan sebelum mereka memiliki malam pertama. Kebetulan sekali Finnula tidak mencintai pria itu, sehingga hal itu justru membuatnya bebas kembali. Suatu hari, salah satu kakaknya, Mellana, hamil diluar nikah. Pria yang menghamilinya adalah seorang penyair. Di masa itu, menikahi seorang penyair bukan pilihan yang disarankan, karena pekerjaan itu dianggap tidak mampu menghidupi sebuah keluarga. Dihadapkan pada keadaan seperti itu, Mellana meminta Finn untuk mencari orang asing kaya yang melewati hutan, menyandra orang asing itu, dan meminta tebusan uang kepada keluarganya. Dengan begitu, Mellana akan punya cukup uang walaupun harus menikahi seorang penyair. Dengan niat membantu kakaknya, Finn memulai perjalanannya.

Di sebuah tempat yang jauh dari rumahnya, ia menjumpai dua orang asing yang menurutnya kaya. Dua pria ini adalah ksatria yang baru saja kembali dari Holy Land. Mereka adalah Lord Hugo Fitzstephen dan asistennya Peter. Melihat peluang ini, Finn memulai rencananya. Lord Hugo yang melihat keanehan seorang gadis cantik dalam balutan celana pria pun mulai tertarik mengenal Finn, sayangnya pertemuan pertama mereka di sebuah kedai minum tidak berlangsung lama, karena Finn langsung menghilang. Hingga di tengah hutan, Finn mencegat kedua orang asing ini dengan skenario yang telah disusunya. Menyadari dirinya menjadi tawanan gadis yang sejak awal bertemu, telah menyita perhatian Hugo, Hugo pun diam saja, ia bahkan menyuruh Peter kembali dan meminta uang tebusan kepada keluarganya. Namun, Hugo tidak memberitahukan nama aslinya kepada Finnula. Hugo semakin tertarik kepada Finnula karena melihat sikapnya yang unik dan berbeda dari semua wanita yang pernah ditidurinya. Sementara perlakuan Hugo terhadap Finnula, membuat gadis tomboy ini merasakan hal baru yang belum pernah dikenalnya. Apalagi setelah Hugo mencoba menciumnya dan Finnula bahkan tak kuasa untuk menolak berada dalam pelukan Hugo. Lalu bagaimana dengan scenario penculikannya?

Perjalanan Hugo dan Finnula membawa banyak perubahan sejak awal mereka bertemu. Walaupun tidak mengenal siapa Hugo sebenarnya, Finnula jelas-jelas telah jatuh cinta dengan pria asing itu. Sementara Hugo yang semakin terobsesi dengan Finnula, mulai meyakinkan dirinya harus memiliki gadis itu. Namun, setelah mengetahui identitas Hugo yang asli, Finnula malah menjadi histeris. Hugo tidak mengerti apa yang membuat Finnula bersikap seperti itu. Lantas Siapa Hugo sebenarnya? Apa hubungan Hugo atau masa lalu Hugo dengan Finnula?

Untuk tahun 2011, ini adalah novel romance dewasa pertama yang saya baca. Entah kenapa saya mengambilnya dari rak gramedia, sesuatu dalam sinopsisnya menarik rasa ingin tahu saya. Ransom my heart ditulis dengan cara yang indah. Novel ini memuat konten dewasa yang juga disampaikan dengan indah. Setelah membaca novel ini, saya berpikir bahwa bagaimanapun juga romance selalu memiliki tempat tersendiri di hati wanita, bahkan di hati mereka yang berpenampilan tomboy. Selain itu, novel ini juga pasti membuat para wanita melambungkan hayalan tinggi keangkasa karena Hugo bisa dikatakan seorang lelaki impian, namun jangan lupa bahwa menjadi Finnula pun tidak mudah. Finnula dicintai hampir seluruh penduduk desa karena kebaikannya yang luar biasa. Satu hal dari novel ini yang tidak saya pahami adalah pernyatan historical romance dicovernya. Menurut saya, novel ini sama sekali tidak menyinggung suatu kondisi dimasa tertentu dengan porsi yang cukup untuk dikategorikan sebagai historical romance. Dari segi terbitan, buku ini memiliki beberapa  typo. Covernya sederhana dan justru lebih cocok dengan kisah didalamnya ketimbang dengan genre historical romance-nya. Bisa dibilang Ransom my Heart adalah tipikal novel romance dewasa dengan penyampaian sopan dan indah. Bintang 4 untuk Meg Cabot yang menyajikan hasil tulisan putri Genovia, Mia Thermopolis, dengan menawan.

--------------------------------------------------------
Judul : Ransom My Heart (Sang Penawan Hati)
Penulis : Meg Cabot
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : 22 Desember 2011
Tebal : 536
ISBN : 9789792277876
--------------------------------------------------------

Thursday, December 22, 2011

[Review] Love Bites : Twilight Saga's Companion


The Idea
Saya tidak pernah selesai membaca buku pertama dari serial twilight saga, karena itu saya memutuskan untuk tidak lanjut membaca semua bukunya. Saya menyukai kisah cinta segitiga vampire-manusia-werewolf ini, namun saya lebih suka menikmatinya lewat serial film. Stephanie Meyer memiliki imajinasi yang luar biasa ketika menciptakan kisah ini, namun tahukah anda darimana ia memperoleh ide dasar cerita? Menurut Meyer, ia memimpikannya. Ia bermimpi tentang seorang gadis dalam pelukan seorang laki-laki muda yang sangat tampan. Ia merasa ada keterkaitan yang sangat kuat diantara keduanya dan dalam mimpi itu Meyer tahu bahwa laki-laki tampan itu adalah seorang vampir. Meyer berusia 20 tahun saat itu, ia bermimpi, lalu lahirlah twilight saga. Diawal penulisannya, Meyer sendiri tidak yakin bagaimana alur kisah yang akan diciptakan oleh imajinasinya. Anda pernah mendengar nama Jane Austen? Emily Bronte? Atau  William Shakespeare? Tentu saja itu bukan nama-nama asing di dunia sastra. Siapa yang tidak mengenal karya-karya mereka? Kisah-kisah mereka menginspirasi banyak penulis lainnya. Terinspirasi karya-karya penulis sastra klasik itu, Meyer mulai merajut kisah Edward dan Bella.

The Inspiration
Kisah hubungan Mr.Darcy & Elizabeth Bennet yang tampak mustahil dari Pride & Prejudice, namun bisa jatuh cinta dan saling memahami adalah inti yang digunakan oleh Meyer di dalam Twilight. Lalu karya Shakespeare juga hadir lewat Romeo & Juliet yang mempengaruhi penulisan New Moon. Romeo & Juliet serta New Moon sama-sama menggambarkan sebuah penderitaan yang muncul ketika seorang kekasih meninggalkan pasangannya. Seperti Romeo & Juliet yang tidak sanggup saling berpisah, demikian juga penderitaan Edward-Bella yang digambarkan oleh Meyer di dalam New Moon. Selanjutnya Meyer kembali melirik sastra klasik lainnya, Wuthering Heights, yang menjadi inspirasi baginya dalam menulis Eclipse. Ia menggambarkan sebuah kisah cinta yang berapi-api, kisah cinta yang juga menampilkan sosok orang ketiga. Untung saja Meyer tidak menampilkan kebencian yang sangat gelap seperti yang terdapat dalam Wuthering Heights. Dan seperti halnya Wuthering Heights yang mendapat sambutan luar biasa dari seluruh penjuru dunia, demikian juga Eclipse mendobrak keluar dan digandrungi oleh jutaan penggemar.

The Adaptation
Membaca judul buku ini, Love Bites: The Twilight Saga’s Companion, membuat saya tidak menyangka bahwa buku ini sebagian besar membahas tentang proses adaptasi Twilight Saga menjadi sebuah film. Walaupun saya berharap Liv Spencer lebih banyak membahas serial buku twilight saga, namun saya menikmati penuturan Spencer tentang proses adaptasi. Meyer telah menolak beberapa tawaran untuk adaptasi twilight sebelum dirinya menerima tawaran dari summit entertainment. Menurut Meyer, ia menolak tawaran itu karena mereka ingin menciptakan twilight dengan wajah yang berbeda di layar lebar, dan Meyer tidak menyukai ide itu. Buku ini memperlihatkan bagaimana semangat dari tim twilight saga mengumpulkan para tokoh, mencari mereka diantara sekian banyak peminat, memberitahu apa sebenarnya yang mereka cari dalam diri seorang aktor/aktris untuk sebuah peran. Catherine Hardwicke yang menjadi sutradara dalam twilight juga sangat berperan dalam menyeleksi setiap tokoh untuk peran masing-masing. Sedangkan Melissa Rosenberg mendapat peran menerjemahkan karya fiksi ke naskah film. Baik Hardwick maupun Rosenberg memiliki visi yang sama dengan Meyer, mereka ingin membuat film ini sukses, mereka ingin menyuguhkan sebuah tampilan visual yang tidak mengecewakan bagi semua penggila serial fiksi twilight di seluruh penjuru dunia.

Selain proses adapatasi ke format film, Liv Spencer juga memperkenalkan tokoh-tokoh yang kita jumpai dalam serial movie twilight saga. Anda penasaran dengan Edward (Robert Pattinson), Bella (Kristen Stewart) atau Jacob (Taylor Lautner), silahkan membaca lebih lanjut buku ini, saya jamin anda akan menemukan banyak hal, karena Liv Spencer membahas beberapa perjalanan setiap aktor/aktris sebelum dan setelah bergabung dalam twilight. Bukan hanya ketiga pemeran utama itu, namun masih ada keluarga Cullen lainnya, para serigala, teman-teman sekolah Bella dan juga penduduk forks serta para vampir antagonis.

Satu hal yang mempengaruhi saya setelah membaca buku ini adalah saya ingin membaca semua serial fiksi twilight sampai selesai. Tiga bintang saya berikan untuk buku ini yang memberi saya pengetahuan baru tentang dunia dimana Edward-Bella-Jacob mengukir kisah lewat sang penulis brilian Stephanie Meyer.

Buku ini minim typo dan saya agak terkejut melihat Atria memilih cover untuk buku ini. Hmmm..salah satu buku Atria yang memiliki cover dengan tema dewasa. 

-------------------------------------------------------------
Judul : Love Bites: The Twilight Saga’s Companion
Penulis : Liv Spencer
Penerbit : Atria
Terbit : November 2011
Tebal : 361 hal
ISBN : 9789790243743
-------------------------------------------------------------

Wednesday, December 14, 2011

Review : Where She Went


Walaupun saya selalu bilang novel seperti ini bukan genre yang saya sukai, namun Gayle Forman berhasil membuat saya tekun membaca kedua novelnya. Pertama “If I Stay”, dan yang kedua novel ini. Dan YA…saya pun menyukai novel ini seperti saya menyukai “If I Stay”,, bahkan saya justru lebih menyukai yang satu ini. Bahkan setelah membaca novel ini, saya merasa lengkap dalam memahami kisah Mia dan Adam. Istimewanya lagi, “Where She Went”, diceritakan dengan sudut pandang Adam. Nah…anda akan menemukan sosok yang akan mampu membuat para gadis jatuh cinta dengan sikap dan pemikirannya yang dituangkan lewat kisah ini. Mari menyimak sedikit kisahnya.

Kecelakaan yang merenggut seluruh keluarga Mia membuat hidup Mia tidak pernah sama lagi. Ia terbaring koma beberapa hari. Banyak hal yang disaksikan Mia ketika sedang koma, semua itu adalah sebuah metafisik yang sulit untuk dijelaskan. Cinta Adam telah membawa Mia kembali dari kondisi koma. Mia telah memilih untuk bangun dan melanjutkan hidupnya. Semua orang mencemaskan bagaimana ia akan pulih, namun musik sekali lagi mengalir masuk kedalam darahnya dan memberikannya kekuatan luar biasa untuk kembali mengambil cello dan menciptakan nada-nada indah yang sekaligus menjadi stimulus kepulihannya. Dokter pun tercengang melihat bagaimana musik berhasil menjadi tabib yang manjur untuk Mia. Adam terus menemaninya, menjaganya dan terus mencemaskan dirinya. Lalu suatu hari Mia memutuskan untuk berangkat ke New York, tempat dimana Julliard telah menunggunya. Mia telah diterima untuk melanjutkan studinya di Julliard, tempat para Einstein Musik berkumpul dan berkarya. Mia meninggalkan kakek dan neneknya, meninggalkan Oregon, dan juga meninggalkan Adam.

Kepergian Mia adalah suatu pukulan telak bagi Adam. Sulit mengekspresikan hal ini lewat tulisan, namun Adam mencintai Mia dengan seluruh jiwanya, sehingga kepergian Mia sangat sulit diterimanya. Anda harus membaca sendiri agar bisa memahami hal ini lebih baik. Adam meringkuk bagai anak kecil di rumah orang tuanya, meninggalkan band-nya, Shooting Star. Ia bingung mengapa Mia pergi dan memutuskan semuanya tanpa penjelasan. Hmmm…layaknya seorang musisi, Adam mencurahkan kemarahan, kebingungan, harapannya lewat lirik-lirik dan melodi yang mulai ditulisnya ketika ia meringkuk di kamar masa kecilnya. Puluhan lagu berhasil diciptakannya, dan ketika ia kembali kepada bandnya, ia membuat Shooting Star meroket dengan lagu-lagu ciptaannya. Semua orang mengenalnya, semua orang kini memujanya, ia bahkan hidup bersama seorang bintang film yang sangat cantik dan dipuja semua orang. Tiga tahun telah berlalu sejak perpisahannya dengan Mia. Adam adalah seorang bintang rock terkenal dan Mia adalah seorang Cellis yang dipuja dikalangannya. Namun, apakah Adam bahagia? Apakah Mia telah melupakannya? Apakah Adam pun telah berhasil melupakan Mia?

Disebuah konser tunggal Mia Hall, Adam memberanikan diri menontonnya dari kejauhan. Entah mengapa intuisi menuntunnya untuk membeli karcis masuk dan menikmati permainan cello Mia yang telah lama tidak disaksikannya. Setelah tiga tahun berlalu, malam itu Adam berhasil melihat Mia. Itu sudah cukup baginya. Namun setelah konser selesai, seorang petugas memanggil namanya dan berkata bahwa Mia Hall ingin bertemu dengannya. Pertemuan setelah tiga tahun. Bagaimana Mia tahu Adam menonton konsernya? Apakah Adam akan menemuinya? Jika Ya…lalu apa yang akan terjadi dengan kisah mereka?

Saya gregetan dengan cara Forman membagi kisah dalam novel ini. Kadang Forman membicarakan Adam dan Mia, lalu saat saya sebagai pembaca ingin mengetahui kelanjutan apa yang dilakukan merka, ehhh..Forman memotongnya dengan kisah masa lalu, lagi-lagi membuat saya harus menunggu untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan oleh Mia dan Adam. Adam berhasil mengirimkan perasaannya kepada pembaca. Sehingga menurut saya, Forman lebih berhasil menyelami perasaan Adam dengan sudut pandang ini ketimbang sudut pandang Mia pada buku yang pertama. Banyak hal yang ternyata harus menunggu begitu lama untuk bisa dimengerti. Namun, terkadang hal itu membuat sesuatu menjadi sangat berharga dan membuat seseorang melalui perjalanan panjang yang membuatnya belajar dan siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar dimasa depan. Entah disengaja ataupun tidak, lewat kisah ini, Forman memperlihatkan bahwa seorang wanita mampu menanggung penderitaan dan peperangan batinnya dengan lebih baik. Namun, Forman juga memberi semacam mimpi kepada para wanita bahwa mungkin diluar sana ada lelaki impian seperti Adam. Karena kisah di buku kedua ini ditulis dari sudut pandang adam, sehingga seruan hati adam benar-benar membuatnya sangat menawan ketika saya membayangkannya.

Kisah Where She Went tetap berbau kasih sayang keluarga, namun lebih banyak menitikberatkan pada kisah asmara Adam dan Mia. Keluarga bisa menjadi kekuatan besar untuk kita, entah mereka bersama dengan kita ataupun tidak, namun satu hal yang pasti bahwa cinta mereka selalu bersama kita dimanapun kita berada. Bintang 4 untuk “Where She Went” yang menghanyutkan.

------------------------------------------
Judul : Where She Went
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : April 2011
Tebal : 240 hal
ISBN : 9789792276503
-------------------------------------------

Monday, December 5, 2011

Review : If I Stay


Novel dengan genre seperti ini, biasanya jarang mendapatkan perhatian saya, namun entah mengapa saya tertarik dengan karya Gayle Forman ini ketika membaca resensi seorang teman. Biasanya drama seperti yang terjadi didalam novel ini lebih suka saya nikmati ketika divisualisasikan dalam bentuk film, dan setelah selesai membaca buku ini, saya sangat berharap kisah ini bisa difilm-kan. Saya melihat kisah ini sebagai sebuah  gambaran kondisi harus memilih yang sering kali dihadapi manusia, pilihan dengan banyak pertimbangan yang membingungkan sang tokoh.

Novel ini meng-capture beberapa jam ketika Mia berjuang dengan keadaanya. Kondisinya sangat buruk. Tinggal atau pergi? Itu adalah pilihannya. Mia baru saja mengalami sebuah kecelakaan bersama keluarganya. Ayah, ibu, dan adiknya Teddy tidak mampu bertahan. Keluarganya meninggal seketika dalam kecelakaan naas itu. Pernakah anda menonton film atau menghadapi seorang kerabat yang terbaring koma? Pernakah anda melihat seorang yang sedang koma meneteskan air mata? Itu mungkin adalah tanda bahwa ia mendengarkan sekelilingnya, ia mampu merasakan, namun belum punya cukup kekuatan untuk memutuskan membuka matanya dan hidup. Demikian juga dengan Mia. Gayle Forman menggambarkan Mia secara fisik sedang terbaring koma, namun jiwanya sedang mengawasi tubuhnya dan setiap orang disekitarnya. Jiwa Mia mampu berjalan, meraba, dan bahkan berpikir. Mia melihat tubuhnya terbaring lemas sesudah kecelakaan itu. Ia berdiri mengawasi semuanya dari luar tubuhnya. Ia melihat orang-orang mengangkat tubuhnya dan tubuh keluarganya yang disadarinya telah meninggalkannya. Ia bingung, ia melihat sekitar dan berharap ada ayah atau ibunya yang juga memiliki jiwa yang melayang seperti dirinya, namun ia hanya seorang diri.
 
Adam adalah seorang bintang rock yang baru saja memulai karirnya. Musik telah mengenalkannya kepada seorang celis klasik bernama Mia. Rock vs Klasik, it doesn’t matter, walaupun genre musik mereka sangat berbeda, namun mereka bertemu dan jatuh cinta. Adam mengetahui keadaan Mia dari Kim, sahabat karib Mia. Mereka berdua sangat sedih melihat keadaan orang yang mereka sayangi itu terbaring tak berdaya. Mereka berdua inilah orang kesayangan Mia selain keluarga yang baru saja meninggalkannya.

Novel setebal 200 halaman ini menggunakan alur campuran. Gayle Forman menggambarkan sosok Mia yang sedang koma, sosok Mia yang sedang mengawasi semua orang dari luar tubuhnya, dan berbagai pertimbangan yang diceritakan Mia. Kisah ini diceritakan dari sudut pandang Mia. Terkadang Mia melompat kemasa ia berkenalan dengan Adam, atau saat ia mulai bersahabat dengan Kim. Mia juga mengingat kembali saat-saat bersama keluarganya, saat mereka makan bersama, saat adiknya Teddy lahir atau bagaimana perjuangan dan pengorbanan ayahnya. Mia juga bercerita tentang mimpi dan perjuangannya menjadi seorang celis, bagaimana perasaannya ketika gesekan yang dibuatnya mengeluarkan suara berat yang hangat itu. Lalu kembali lagi Mia bercerita tentang suatu masa yang dilewatinya bersama keluarganya. Mia sedang berusaha membuat pilihan.

Dari semua alur campuran itu, dari semua cerita yang coba Mia ingat kembali, Gayle Forman ingin memperlihatkan bagaimana Mia berjuang mempertimbangkan semuanya dan mencari jawaban atas keadaannya sekarang. Ia takut membuka mata dan menemukan kesendirian, namun sepertinya ia pun tidak siap untuk pergi. Lalu pilihan apa yang akan dibuatnya? Haruskah ada sebuah alasan yang sangat kuat untuk bisa menahannya tetap hidup? Apakah ia memilih menemui semua orang yang sedang menungguinya di rumah sakit atau pergi menyusul ayahnya, ibunya dan Teddy?

Kisah Mia akan mampu mengingatkan semua pembaca bahwa keluarga adalah sumber kekuatan. Seorang sahabat mampu menjadi saudara dalam setiap kebahagiaan dan kesukaran. Jika menitikberatkan pada alur cerita ini, anda tidak akan menemukan apa-apa. Sekali lagi saya ingatkan, jangan mencari hasil akhir dari novel ini, namun lihatlah proses yang dilalui Mia. Lihatlah kedalam kehidupannya, lihatlah kedalam persahabatannya, lihatlah kedalam perjuangan ayahnya atau kedalam kisah cinta Mia-Adam yang menurut saya masuk akal dan tidak berlebihan, lihatlah kedalam mimpinya dan perjuangan untuk meraihnya. Jika anda melihat semua itu, maka anda akan menemukan banyak hal. Kisah hidup orang lain mampu menjadi inspirasi, bahkan kekuatan untuk menjalani hidup kita sendiri, itulah alasan mengapa saya memutuskan membaca novel ini. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam hidup, pertimbangkanlah dengan baik, temukanlah letak kekuatanmu dan ketika pilihanmu telah dibuat, hiduplah dengan penuh semangat. Bintang 4 untuk kisah “If I Stay” yang sederhana tetapi juga kaya. 

----------------------------------------
Judul : If I Stay (Jika aku tetap disini)
Penulis : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Februari 2011
Tebal : 200 hal
ISBN : 978-979-22-6660-3
---------------------------------------